Konsolidasi AMAN Region Kalimantan, menghasilkan 8 Resolusi dalam upaya mendesak negara untuk mengakui dan melindungi hak-hak Masyarakat Adat di pulau Kalimantan

Adil Ka’talino, Bacuramin Ka’saruga, Basengat Ka’Jubata.
Salam Nusantara!

Pada tanggal 17-18 Januari 2024, telah dilaksanakan konsolidasi Masyarakat Adat dari seluruh Region Kalimantan, berlokasi di Komunitas Masyarakat Adat Balik Sepaku, Kab. Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur.

Doc. Panitia Konsolidasi AMAN Reg-Kalimantan

Konsolidasi ini dihadiri oleh seluruh Pengurus Wilayah, Pengurus Daerah, dan Organisasi Sayap Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dari Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara dan Kalimantan
Selatan.

Kami, adalah Masyarakat Adat yang telah menghadapi berbagai tantangan yang tidak ringan selama berpuluh-puluh tahun. Pengambil-alihan wilayah adat kami secara paksa oleh Pemerintah melalui penerbitan izin-izin konsesi dan proyek infrastruktur lainnya yang dilakukan tanpa persetujuan Masyarakat Adat telah mengakibatkan semakin tergerusnya keberadaan kami sebagai Masyarakat Adat, di bidang sosial, budaya, ekonomi, dan politik di pulau Kalimantan.

Situasi ini semakin diperparah dengan adanya UU No.6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, dan pengesahan UU No.3 tahun 2022 tentang IKN, serta proyek pemindahan Ibukota Negara (IKN) yang semakin memperburuk situasi Masyarakat Adat. Secara khusus, UU IKN dan peraturan turunannya secara substansi tidak mengakomodir pengakuan dan perlindungan Masyarakat Adat,
bahkan menjadi alat legitimasi untuk merampas ruang hidup dan penghidupan kami Masyarakat Adat.

Oleh sebab itu, kami Masyarakat Adat yang hadir dalam konsolidasi ini menyatakan sikap sebagai berikut:

1. Kami menolak segala bentuk penggusuran dan perampasan wilayah adat yang mengatasnamakan Proyek Strategis Nasional (PSN) di seluruh Kalimantan.

2. Kami mendesak Pemerintah Pusat dan Badan Otorita IKN untuk segera menghentikan seluruh proses pembangunan IKN sebelum adanya jaminan hukum pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak Masyarakat Adat yang berada di dalam dan sekitar area kawasan IKN.

3. Kami mendesak Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di seluruh Kalimantan untuk segera melaksanakan Permendagri No.52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat hukum Adat, dan percepatan implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 tentang Hutan Adat. Sehingga kami dapat mengoptimalkan peran dan kontribusi kami dalam pembangunan ekonomi daerah dan nasional.

4. Kami mendesak Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di seluruh Kalimantan untuk mengimplementasikan kebijakan tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat beserta Wilayah Adatnya.

5. Kami mendesak Pemerintah untuk menjamin akses Perempuan, anak dan kaum disabilitas terhadap ruang hidup dan dalam mempraktekkan pengetahuan kolektifnya.

6. Kami mendesak TNI dan POLRI untuk menghentikan segala bentuk intimidasi, kriminalisasi dan kekerasan serta berbagai bentuk pelanggaran HAM terhadap Masyarakat Adat, dan para pembela Masyarakat Adat yang berjuang mempertahankan hak-haknya, memperjuangkan tanah-airnya, termasuk hak-hak kami sebagai peladang tradisional.

7. Kami mendesak Presiden dan DPR RI sebelum berakhir masa jabatannya untuk segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat yang sesuai dengan aspirasi Masyarakat Adat.

8. Kepada para pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih di Pilpres 2024 nanti wajib melaksanakan mandat Konstitusi UUD 45 untuk mengakui, melindungi dan menghormati Masyarakat Adat beserta hak-hak tradisionalnya.

Kami, Masyarakat Adat tidak menolak dan tidak anti pembangunan, tapi kami menolak dan anti terhadap segala bentuk dan proses kebijakan yang mengatasnamakan pembangunan dan merampas hak-hak kami sebagai Masyarakat Adat. Kami, Masyarakat Adat se-Kalimantan siap bekerjasama dengan semua pihak terkait untuk mewujudkan pemenuhan hak-hak seluruh Masyarakat Adat yang ada di Kalimantan.

Demikian pernyataan ini kami sampaikan. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa, Sang Pencipta Alam Semesta dan restu para leluhur Masyarakat Adat di seluruh Kalimantan bersama kita.

Salam Adat,
Salam Nusantara

Editor : Febrianus Kori ( Jurnalis AMAN Kalimantan Barat )

PW AMAN KALBAR BERSAMA PD AMAN SAMBAS LAKUKAN SOSIALISASI PEMETAAN PARTISIPATIF GUNA PERCEPATAN PENGAKUAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

 

Foto Pengurus Pw Aman Kalbar bersama Pengurus PD Aman Sambas dengan Masyarakat Adat Kampung Tapang Desa Kaliau

Sambas,  Pengurus Wilayah AMAN Kalimantan Barat bersama Pengurus Daerah AMAN Sambas Melaksanakan Sosialisasi Pemetaan Partisipatif di komunitas Anggota AMAN yang ada di kabupaten sambas bertempat di kampung tapang Desa Kaliau (Sabtu, 27 Oktober 2023).

Kegiatan Sosialisasi ini bertujuan agar masyarakat Kampung Tapang mengetahui seberapa luas wilayah adatnya, serta bisa membuat perencanaan  wilayah adat dalam mempersiapkan dokumen komunitas anggota AMAN. salah satu tujuan dari kegiatan sosialisasi tersebut adalah mempersiapkan Komunitas untuk mendorong pengakuan dan perlindungan mereka sebagai Masyarakat Adat, dalam kegiatan sosisalisasi pemetaan ini dihadiri oleh Ketua Pengurus Harian AMAN Kalimantan Barat Tono beserta Tim dan Ketua PD AMAN Sambas H. Iskandar. selain itu di hadiri juga Ketua adat, Ketua Badan Permusyawatan Desa, pemerintahan Desa, tokoh Masyarakat, Pemuda dan Perempuan Desa Kaliau.

Ketua PH AMAN Wilayah Kalimantan Barat Tono dalam sambutannya mengatakan bahwa, kita sebagai masyarakat adat harus mengetahui asal-usul daerah kita dan wajib ada rasa memiliki terhadap wilayah adat yang di wariskan oleh nenek moyang kita.

“mari kita bergotong royong memetakan wilayah adat kita, untuk keberlangsungan masyarakat adat dan anak cucu kita, ucap Tono”.

lebih lanjut Tono mengatakan bahwasanyya kita semua mengetahui sejak turun-temurun mereka (nenek moyang) menempati wilayah adat kita ini bahkan mereka sudah ada sebelum negara ini ada. jadi dalam hal ini kita tidak ada salah, kita melakukan pemetaan atas wilayah kita, dan minta diakui hak-hak kita sebagai masyarakat adat. namun dalam proses pengakuan sekali lagi saya sampaikan bahwa, penting bagi kita mempersiapkan pengakuan kita sebagai masyarakat adat terkhusus di dusun tapang ini bahwa benar kita sudah sejak lama menempati wilayah ini, bersama-sama kita persiapkan segala keperluan dokumennya, salah satunya adalah Peta Wilayah adat sebagai salah satu syarat yang mengambarkan luasan wilayah adat serta tutupan dan tata guna lahannya.

jadi tujuan AMAN mensosialisasikan pemetaan partisipatif ini dengan harapan, kita dapat memetakan wilayah adat kampung tapang ini secara partisipatif atau bersama-sama dengan melibatkan masyarakat dusun tapang sendiri. harapannya dengan adanya peta wilayah adat, masyarakat adat kampung tapang dapat merencanakan wilayah adatnya untuk di kelola hingga nanti dapat pula diakui sebagai subjek hukum, tutup Tono.

Penulis : Dama Saputra Supin

Editor : Kurnianto Rindang

AMAN SE-REGION KALIMANTAN MENOLAK MUTASI KAPOLDA KALTENG DI SELURUH WILAYAH KALIMANTAN

 

PERNYATAAN SIKAP
ALIANSI MASYARAKAT ADAT NUSANTARA (AMAN) SE-REGION KALIMANTAN

Tolak Mutasi Kapolda Kalteng di Seluruh Wilayah Kalimantan !

Editor : Febrianus Kori ( Jurnalis AMAN Kalimantan Barat)

Jakarta, 17 Oktober 2023
Beberapa waktu belakangan ini kita kembali menyaksikan brutalitas aparat kepolisian dalam melakukan penanganan konflik ketika Komunitas Masyarakat Adat berhadapan dengan perusahaan.

1 nyawa melayang dan 2 lainnya terluka akibat peluru senjata pihak kepolisian. puluhan orang lainnya turut ditangkap.

Untuk menjawab tuntutan Masyarakat Adat atas lahan plasma yang puluhan tahun tak juga diberikan oleh PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) I, sebuah entitas bisnis milik Best Group, Polisi tak segan menembaki Masyarakat Adat yang seharusnya mereka lindungi. Selang waktu 7 hari sejak peristiwa penembakan dan belum jelas proses penanganan kasus penembakan tersebut, Kapolri melakukan mutasi Kapolda Kalteng dan Kapolres Seruyan.

Kapolda Kalimantan Tengah Irjen. Nanang Avianto
dimutasi oleh Kapolri mejadi Kapolda Kalimantan Timur dimana lokasi pembangunan IKN terus dipaksakan dan mengancam perampasan wilayah adat dan ruang hidup masyarakat adat Dayak, khususnya bagi suku Balik.
Perpindahan menjadi Kapolda Kalimantan Timur kami anggap tidak hanya sebatas mutasi, tetapi kami nilai sebagai bentuk promosi yang diberikan oleh Kapolri terhadap prestasi seorang perwira kepolisian, yang pada kenyataannya telah melakukan tindak kekerasan bagi masyarakat adat Bangkal yang tengah berjuang untuk mendapatkan haknya

Mutasi menjadi Kapolda Kalimantan Timur disaat pengusutan kasus Bangkal belum selesai dilakukan menyikapi hal tersebut, kami seluruh Pengurus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Region Kalimantan menyatakan sikap sebagai berikut :
1. Mengecam keras tindakan brutal (excessive power) aparat Kepolisian dalam melakukan penanganan konflik sosial dan unjuk rasa yang dilakukan oleh Masyarakat Adat di Desa Bangkal, Seruyan, Kalimantan Tengah dengan melakukan penembakan dan penangkapan;
2. Menolak mutasi Kapolda Kalimantan Tengah Irjen. Nanang Avianto menjadi Kapolda Kalimantan Timur atau dimanapun di Kalimantan, karena kasus Bangkal belum selesai dan Kapolda Kalteng Irjen. Nanang Avianto
harus bertanggung jawab atas penembakan warga Bangkal dibawah komandonya;
3. Mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk menonaktifkan Irjen. Nanang Avianto dari jabatan apapun sebelum kasus Bangkal selesai dipertanggungjawabkan;
4. Mendesak Kompolnas untuk melakukan pengawasan secara efektif atas proses penanganan kasus Bangkal yang sedang berjalan di Kepolisian, dan melakukan pengawasan atas keputusan Kapolri terkait mutasi
Kapolda Kalteng menjadi Kapolda Kaltim.

Demikian pernyataan sikap ini disampaikan, agar menjadi masukan dan perhatian bagi Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Kompolnas dalam melakukan penanganan konflik di Desa Bangkal, Seruyan, Kalimantan Tengah.
Tertanda :
1. AMAN Kalimantan Timur
2. AMAN Kalimantan Tengah
3. AMAN Kalimantan Barat
4. AMAN Kalimantan Utara
5. AMAN Kalimantan Selatan

Editor : Febrianus Kori (Jurnalis AMAN KALIMANTAN BARAT)

 

PW AMAN KALIMANTAN BARAT MENGUTUK TINDAKAN AROGANSI APARAT KEPOLISIAN DALAM MELAKUKAN PENGAMANAN KONFLIK ANTARA MASYARAKAT ADAT BANGKAL DENGAN PERUSAHAAN PT. HMBP.

Pontianak, 08 Oktober 2023 – Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalimantan Barat prihatin atas tindakan yang dilakukan kepolisian terhadap masyarakat adat Bangkal dalam pengamanan perusahaan PT Hamparan Massawit Bangun Persada (HMBP). yang berlokasi di Desa Bangkal saat masyarakat menuntut hak atas plasma yang sampai saat ini belum di berikan oleh perusahaan PT. Hamparan Massawit Bangun Persada (HMBP). sehingga menimbulkan korban jiwa atas nama Gijik 35 tahun.

Kami melihat bahwa pihak aparat kepolisian sangat arogan dalam mengadapi masyarakat adat yang sedang memperjuangkan haknya, seharusnya aparat kepolisian melakukan pengamanan lebih mengutamakan upaya persuasif atau humanis dalam penyelesaian permasalahan antara masyarakat dengan perusahaan, bukan malah melakukan pengamanan dengan cara militeristik.

harusnya Investasi masuk di wilayah masyarakat adat memberikan kesejahteraan dan pembangunan yang layak, bukan justru membawa kesengsaraan dan rasa tidak aman bagi masyarakat. dalam hal ini pihak aparat kepolisian justru lebih berpihak kepada perusahaan bukan kepada masyarakat adat itu sendiri.

Atas peristiwa tersebut AMAN Kalimantan Barat :

  1. Mengecam dan mengutuk keras atas tindak kepolisian yang menembak masyarakat adat Bangkal yang menjadi korban jiwa Gijik 35 Tahun.
  2. Meminta Kapolri mencopot Kapolda Kalimantan Tengah dan Kapolres Seruyan.
  3. Meminta Kapolri mengusut tuntas terjadinya penembakan yang dilakukan oleh kepolisian secara terbuka.
  4. Meminta komnas HAM mengawal pelangaran HAM yang terjadi di Bangkal Kabupaten Seruyan Kalimantan Tengah.
  5. Meminta Kompolnas mengawasi kinerja kepolisian.
  6. Meminta Pemerintah Republik Indonesia mencabut Ijin Perusahaan PT Hamparan Massawit Bangun Persada (HMBP).

Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalimantan Barat Melaksanakan Pelatihan Paralegal di Kabupaten Bengkayang sebagai upaya menguatkan gerakan masyarakat adat dalam menjaga dan mempertahankan wilayah adatnya.

Bengkayang-. Pengurus Wilayah AMAN Kalimantan Barat melaksanakan pelatihan paralegal yang berlangsung selama 3 hari mulai dari 2-4 Oktober 2023, Bertempat di Balai Dusun, Desa Pisak Dusun Dawar Kecamatan Tujuh Belas.

Pelatihan ini dikuti  oleh unsur Masyarakat adat, Pemuda Adat dan Perempuan AMAN,  perwakilan dari 3 komuitas yang ada di Kabupaten Bengkayang diantaranya komunitas Semunying Jaya, Komunitas Dayak Bakati Riuk Sebalos, Komunitas Dayak Bakati Binua Sara, selain anggota komunitas.

Kegiatan Paralegal ini juga menghadirkan pemateri profesional di bidang Hukum dari Direktorat Advokasi Pengurus Besar AMAN Sinung Karto, Perkumpulan Pembela Masyarakat Adat Nusantara diantaranya Agatha Anida,Maria Erbania Mayang Tarigas dan Dunasta.

Dalam sambutan Ketua Penanggung Jawab Pengurus Harian AMAN Kalimantan Barat Tono menyampaikan kegiatan paralegal ini sangat penting dilaksanakan di Kabupaten Bengkayang melihat 3 komunitas kita Semunying Jaya, Dayak Bakati Riuk Sebalos dan Dayak Bakati Binua Sara yang paling rentan mendapatkan deskriminasi dan perampasan hak, untuk itu pelatihan ini adalah upaya untuk memperkuat dan membantu masyarakat adat kita untuk lebih tanggap lagi jika terjadi konflik kedepannya.

Niko Andas Putra Ketua Pengurus Daerah AMAN Bengkayang juga menyampaikan bahwa kita ingin masyarakat adat kita tidak lagi mudah untuk di pengaruhi dan di tindak serta bisa melawan deskriminasi yang dilakukan oleh pihak-pihak korporasi maka dari itu hari ini kita melaksakan pelatihan paralegal ini.

Pelatihan ini dibuka langsung oleh Kapala Dusun Dawar Bapak Charles yang menyampaikan bahwa sangat berterimakasih telah melaksanakan pelatihan ini di Dusun awar harapannya dengan adanya pelatihan paralegal ini masyarakat adat terkhusus di Dusun Dawar ini bisa memahami bagaimana gambaran mengenai hukum sehingga membantu memperkecil konflik yang terjadi.

Weis Perwakilan Perempuan AMAN Sebalos berharap setelah pelatihan ini kami bisa menerapkannya dikomunitas dan kami juga menjadi semangat lebih kuat di komunitas dan tidak takut memperjuangankan hak kami sehingga kami tidak mudah di intimidasi oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan tertentu yang mengancam keberadaan kami.

Pairus parisan perwakilan Pemuda Adat juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada AMAN yang telah menyelengarakan pelatihan paralegal ini, sehingga kami dari pemuda adat bisa belajar dalam memperkuat komunitas masyarakat adat terkhusus di komunitas Semunying, dan harapannya setelah ini akan ada peningkatan kapasitas bagi komunitas terkhusus dibidang hukum dan bagaimana cara membantu komunitas agar tidak ditindak oleh pihak-pihak perusahaan yang selama ini terus mengamcam keberadaan kami masyarakat adat Semunying Jaya.

Markos selaku Ketua Adat Dayak Bakati Binua Sara Kampung Dawar juga menyampaikan terimakasih, dengan adanya pelatihan paralegal ini dapat membantu menguatkan Gerakan Masyarakat adat dalam mempercepat penanganan masalah yang terjadi kepada masyarakat adat yang ada di Kabupaten Bengkayang terkhusus di Komunitas Dayak Bakati Benua Sara Dusun Dawar.

Penulis : Dama Saputra Supin

Editor : Febrianus Kori

BRWA Wilayah Kalimantan Barat dan PD AMAN Kapuas Hulu Melakukan Workshop Implementasi Panduan Identifikasi, Verifikasi dan Validasi Masyarakat Adat di Kabupaten Kapuas Hulu.

Sumber foto : BRWA WILAYAH KALIMANTAN BARAT

Dalam rangka mempercepat proses pengakuan dan perlindungan MHA di kapuas hulu panitia PPMHA, AMAN dan BRWA telah  melakukan workshop dalam mendiskusikan, membahas dan mengimplementasikan panduan Verifikasi MHA yang dilaksanakan pada Senin, 18 September 2023 bertempat di Aula FKUB, Jln Kom Yos Sudarso Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu.

Propinsi Kalimantan Barat telah meluncurkan buku panduan identifikasi, verifikasi dan validasi Masyarakat Adat di Provinsi Kalimantan Barat, sebagai sebuah panduan dalam penetapan pengakuan dan perlindungan MHA di Provinsi Kalimantan Barat.

Di Kalimantan Barat merujuk dari data BRWA pada bulan agustus tahun 2023 ada 352 wilayah adat dengan luas 2.588.696 hektar yang tersebar di 10 kabupaten (Bengkayang, Kapuas Hulu, Ketapang, Landak, Melawi, Pontianak, Sambas, Sanggau, Sekadau, dan Sintang). Sedangkan untuk pengakuan MHA di Kalimantan Barat ada 37 Wilayah Adat yang telah mendapatkan SK Penetapan MHA dengan luas 521.408 hektar dan ada 20 wilayah hutan adat yang sudah ditetapkan oleh KLHK dengan luas 50.712 hektar yang tersebar di 8 Kabupaten (Kapuas Hulu, Melawi, Ketapang, Landak, Sanggau, Sekadau, Bengkayang, dan Sintang). Dengan adanya buku panduan identifikasi, verifikasi dan validasi Masyarakat Adat untuk dapat dijadikan panduan oleh seluruh Kabupaten di Kalimantan Barat yang sudah memiliki panitia pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat.

Dengan itu Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu yang telah membentuk Panitia PPMHA (Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat) pada tahun 2019 berdasarkan SK No. 461 Tahun 2019 Tentang Pembentukan Panitia MHA di Kabupaten Kapuas Hulu., di perbarahui lagi dengan SK Bupati No. 58 Tahun 2023 Tentang pembentukan Panitia Pengauan dan Pelindungan Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Barat.

Bersama PD Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kapuas Hulu, Kantor Wilayah Badan Registrasi Wilayah Adat (Kanwil BRWA) Kalimantan Barat dan PBRWA Pusat sedang melakukan Percepatan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat di Kabupaten Kapuas Hulu. Sudah ada 9 wilayah adat  (MA sungai Utik, MA Kulan, MA Ungak, MA Kelayam, MA Nanga Tubuk, MA Nanga Danau, MA Rantau Kalis, MA Punan Uheng Kareho dan MA Punan Hovongan) Sudah mendapatkan SK Pengakuan Bupati Kab. Kapuas Hulu. Ada 4 Wilayah yang sedang proses Sk penetapan dan 9 wilayah adat yang sudah diserahkan masyarakat ke Panitia PPMHA Kapuas Hulu.

Workshop ini memiliki maksud dan tujuan untuk Membedah panduan iedentifikasi, verifikasi, validasi Masyarakat Adat Provinsi kalimantan barat untuk melihat tahapan mana saja yang sudah dilakukan dan yang belum dilakukan oleh panitia PPMHA, Membuat Panduan verifikasi MHA berdasarkan turunan panduan MHA dari provinsi, Panitia PPMHA mempunyai standar dalam melakukan proses verifikasi usulan MHA, Implementasi buku Panduan Verifikasi MHA Propinsi di 2 wilayah adat dengan karakter yang berbeda di Kabupaten Kapuas Hulu

setelah melakukan Workshop memang tim akan Praktek Implementasi Panduan langsung bersama MHA Dayak Tamambalo Nanga Nyabo Desa Nanga Kecamatan Putussibau Utara pada Selasa, 19 September 2023.

Kegiatan ini terlaksana berkat kerjasama Panitia Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Kapuas Hulu dengan Kantor Wilayah BRWA Kalimantan Barat/BRWA Pusat dan PD AMAN Kapuas Hulu.

Penulis : Agustinus ( BRWA Wilayah Kalimantan Barat )

Editor : Febrianus Kori

 

KEBERADAAN PERUSAHAAN BUDIDAYA RUMPUT GAJAH DAN PERTAMBANGAN BATU BARA MEMBUAT NASIB 3 KOMUNITAS MASYARAKAT ADAT SEMAKIN TERANCAM

Kapuas Hulu – Meskipun di Kabupaten Kapuas Hulu sudah memilik Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2018 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (PERDA PPMHA), namun hal tersebut bukan berarti jaminan dan perlindungan hukum atas keberadaan komunitas Masyarakat Adat di Kabupaten tersebut dapat betul-betul di berikan. Kepentingan pemerintah atas investasi begitu sangat kuat, meskipun kebijakan atau keputusan politik yang dibuat dapat berpotensi merampas hak-hak Masyarakat Adat atas tanah dan sumber daya alam serta mengancam keberlangsungan kehidupan mereka. Hal ini bisa terlihat, bahwa terdapat 3 komunitas Masyarakat Adat yang sedang mengalami ancaman yang sangat serius, karena wilayah adat milik komunitas Masyarakat Adat Dayak Kalis Nanga Danau Ketemenggungan Dayak Kalis Kecamatan Kalis, Dayak Kalis Rantau Kalis Ketemenggungan Dayak Kalis Kecamatan Kalis dan Dayak Kalis Nanga Tubuk Ketemenggungan Dayak Kalis Kecamatan Kalis telah dimasuki investor, yaitu PT. TKM Biofuel Indonesia perusahaan yang bergerak disektor budidaya rumput gajah dan  PT. Tittian Makmur Persada yang bergerak disektor pertambangan batu bara. Sebelum menerbitkan legalitas dalam bentuk perijinan yang diberikan oleh pemerintah terhadap 2 perusahaan tersebut, bahwa pemerintah tidak mempertimbangkan aspek ekologis, hak-hak tenurial dan entitas 3 komunitas Masyarakat Adat, meskipun komunitas tersebut telah mendapatkan Surat Keputusan (SK) Pengakuan Masyarakat Hukum Adat dari Bupati Kabupaten Kapuas Hulu pada tahun 2021 lalu. Berikut SK yang diperoleh komunitas tersebut :

  1. SK Bupati Kapuas Hulu Nomor : 128/DLH/2021, tanggal 04 Februari 2021 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Dayak Kalis Nanga Danau Ketemenggungan Dayak Kalis Kecamatan Kalis Kabupaten Kapuas Hulu.
  2. SK Bupati Kapuas Hulu Nomor : 129/DLH/2021, tanggal 04 Februari 2021 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Dayak Kalis Rantau Kalis Ketemenggungan Dayak Kalis Kecamatan Kalis Kabupaten Kapuas Hulu.
  3. SK Bupati Kapuas Hulu Nomor : 132/DLH/2021, tanggal 04 Februari 2021 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Dayak Kalis Nanga Tubuk Ketemenggungan Dayak Kalis Kecamatan Kalis Kabupaten Kapuas Hulu.

Namun 3 SK yang telah diperoleh belum mampu untuk membendung arus ijin investasi di wilayah adat, dan justru ijin investasi untuk pengusahaan atau pengelolaan yang diberikan oleh pemerintah patut diduga sebagai bentuk penyingkiran berkedok atas nama pembangunan, meskipun wilayah adat telah dikelola oleh 3 komunitas tersebut secara turun temurun. Berdasarkan data sementara yang diperoleh, bahwa perusahaan PT. TKM Biofuel Indonesia mengantongi izin konsesi seluas 3.442,95 hektare, sedangkan PT. Tittian Makmur Persada masih belum diperoleh data terkini yaitu luasan konsesi perusahaan tersebut yang saat ini sedang melakukan proses eksplorasi. Berbagai upaya atau langkah penolakan atas keberadaan 2 perusahaan sudah dilakukan oleh 3 komunitas Masyarakat Adat, diantaranya melakukan ritual adat, mediasi bersama Bupati dan DPRD Kabupaten Kapuas Hulu bahkan sudah menyampaikan surat penolakan, namun belum membuahkan hasil sesuai dengan harapan, sehingga aktivitas perusahaan-perusahaan tersebut masih terlihat.

Menyadari ancaman bahwa akan kehilangan wilayah adat atau wilayah kelolanya, sehingga 3 komunitas Masyarakat Adat sangat membutuhkan pengetahuan dan keterampilan hukum yang memadai, agar ketika mereka secara bersama-sama melakukan perlawanan terhadap 2 perusahaan tersebut tidak salah langkah sehingga bisa terhindar dari persoalan hukum. Sebagai bentuk tanggungjawab terhadap komunitas dampingan, maka pada hari Senin-Selasa (11-12/09/2023) bertempat di Desa Nanga Danau Kecamatan Kalis, Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kapuas Hulu (PD AMAN Kapuas Hulu) bersama Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) Region Kalimantan dan Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalimantan Barat (PW AMAN Kalbar) melakukan kegiatan ‘’Konsolidasi Advokasi Kebijakan Komunitas Masyarakat Adat Ketemenggungan Dayak Kalis Kecamatan Kalis’’ dalam upaya untuk mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan atas keberadaan 2 perusahaan tersebut.

Dalam kegiatan konsolidasi, proses-proses yang dilakukan diantaranya adalah menyampaikan kekuatan secara hukum 3 SK Pengakuan Masyarakat Adat yang sudah didapatkan, urgensi wilayah adat bagi kehidupan Masyarakat Adat, mekanisme mendorong pengusulan hutan adat dan strategi untuk memperoleh sertifikat atas tanah, dasar-dasar hukum yang mengakui dan menghormati hak-hak Masyarakat Adat, proses pemberian perijinan terhadap suatu badan usaha dan diskusi atau sharing informasi bersama peserta yang hadir. Berbagai rumusan langkah advokasi telah dihasilkan dalam kegiatan tersebut, dan selanjutnya 3 komunitas Masyarakat Adat akan memperluas jaringan advokasi dalam memperkuat gerakan yang telah digagas untuk melindungi wilayah adat mereka yang masih tersisa dari segala bentuk perampasan dan pengerusakan, baik yang akan dilakukan oleh 2 perusahaan industri ekstraktif tersebut maupun investasi-investasi lain yang dikemudian hari akan menyasar wilayah adat mereka.

Penulis : Bobpi Kaliyono, S.H / Biro OKK & Advokasi PW AMAN Kalbar

Editor : Febrianus Kori

MASYARAKAT ADAT DAYAK IBAN SEMUNYING JAYA AKAN MENGGUGAT PT. LEDO LESTARI DI PENGADILAN NEGERI BENGKAYANG

Bengkayang – Semenjak tahun 2004 lalu, atau sudah 19 tahun lamanya perjuangan Komunitas Masyarakat Adat Dayak Iban Semunying Jaya di Desa Semunying Jaya Kecamatan Jagoi Babang Kabupaten Bengkayang, telah berupaya melakukan perlawanan terhadap PT. Ledo Lestari yang merupakan sebuah perusahaan yang bergerak disektor perkebunan kelapa sawit. Perjuangan yang dilakukan oleh Komunitas Masyarakat Adat Dayak Iban Semunying Jaya, karena Komunitas tersebut ingin mendapatkan kembali hak-hak mereka yang telah dirampas oleh PT. Ledo Lestari secara sepihak atau tanpa ada persetujuan dari Masyarakat Adat dan membuat mereka semakin terpinggirkan ditanah leluhurnya sendiri. Dampak atas kehadiran PT. Ledo Lestari secara nyata dirasakan telah merusak tatanan kehidupan sosial, karena selain membuat mereka kehilangan tanah leluhur atau wilayah adat yang merupakan wilayah kelola dan sumber penghidupan, namun perlawanan yang dilakukan juga telah membuat beberapa orang pejuang Masyarakat Adat yang dahulu pernah menjadi korban kriminalisasi dari proses penegakkan hukum yang buruk yang dilakukan oleh oknum aparat penegak hukum Polres Bengkayang.
Menyadari bahwa masih adanya peluang hukum untuk mendapatkan kembali hak-hak mereka atas wilayah adat yang selama ini dikuasai atau diduki oleh PT. Ledo Lestari yang telah merampas hak-hak tenurial Masyarakat Adat serta mengancam keberlanjutan masa depan generasi selanjutnya. Pada hari Kamis (07/09/2023), bertempat di Balai Desa Semunying Jaya, Masyarakat Adat Dayak Iban Semunying Jaya yang terdiri dari kaum Perempuan, Anak muda, orang tua, Tokoh adat dan Pemerintah Desa Semunying Jaya, melakukan pertemuan atau konsolidasi advokasi untuk menyusun langkah-langkah hukum yaitu untuk segera melakukan Gugatan secara perdata kepada PT. Ledo Lestari serta beberapa pihak lainnya yang dianggap telah berkontribusi membuat Masyarakat Adat Dayak Iban Semunying Jaya kehilangan tanah leluhurnya. Identifikasi berbagai tantangan, kelemahan serta kendala dalam proses Gugatan juga tidak luput dari pembahasan, namun semuanya telah menjadi catatan penting dan rekomendasi untuk ditindaklanjuti dan perbaiki, sehingga Gugatan yang nanti dilakukan dapat berjalan dengan maksimal.
Dalam pertemuan tersebut, difasilitasi oleh Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Aadat Nusantara Bengkayang (PD AMAN Bengkayang) serta melibatkan lembaga jaringan, yaitu diantaranya Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) Region Kalimantan dan Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalimantan Barat (PW AMAN Kalbar). Banyak hal telah dihasilkan dalam konsolidasi advokasi tersebut, dan itu semua adalah dalam upaya untuk memastikan bahwa kerja-kerja kolaboratif untuk mendapatkan kembali wilayah adat milik Masyarakat Adat Dayak Iban Semunying Jaya dapat segera dilakukan dan harapannya kondisi kehidupan mereka dapat kembali pulih seperti dahulu yaitu berdaulat atas tanah leluhurnya, sehingga entitas keberadaan Masyarakat Adat Dayak Iban Semunying Jaya akan terlindungi.

#MASYARAKATADAT #RUUMASYARAKATADAT #AMANKALBAR

Penulis : Bobpi Kaliyono, S.H / Biro OKK & Advokasi PW AMAN Kalbar

Editor : Febrianus Kori ( Jurnalis AMAN Kalimantan Barat)

AMAN DAN BPAN WILAYAH KALIMANTAN BARAT MENDORONG PENGAJUAN WILAYAH ADAT BOTUH BOSI

sumber foto : Fransiskus Padma (BPAN KALBAR)

Desa Butoh Bosi Kecamatan Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. Dalam agenda pengusulan dan pengajuan wilayah hukum adat Masyarakat Adat Desa Botuh Bosi yang terdiri dari tiga Dusun: Dusun Pendaun, Dusun Belantek dan Dusun Petebang. Dimana setiap dusun mengirimkan utusan yang mewakili masyarakat mengikuti agenda persiapan pengusulan wilayah hukum adat. Dalam musyawarah tersebut memutuskan setiap dusun mendukung penuh serta siap ambil bagian dari penggerak dalam persiapan pengusulan wilayah hukum adat.

Selain itu, wilayah hukum adat menjadi pondasi utama dalam keberlangsungan kehidupan masyarakat adat yang ada di Desa Botuh Bosi. Dengan demikian, memang perlunya pengakuan wilayah hukum adat di Desa Botuh Bosi.

“Sebagai masyarakat adat dimana kebudayaan atau kearifan lokal sudah melekat pada pribadi setiap orang. Seperti nilai Ritual, kebudayaan, kerajinan-kerajiana menjadi bagian dari asal-usul masyarakat adat yang memang perlu di lestarikan. Sehingga, besar harapan pengakuan wilayah hukum adat menjadi bentuk regenerasi atau penerus dari kebudayaan itu sediri. Ujar Fransiskus Meky, kepala Desa Botuh Bosi”.

Hal ini menjadi bahan pertimbangan pemerintah daerah dalam hal pentingnya pengakuan wilayah hukum adat bagi masyarakat adat. “harapannya pengakuan ini, menjadi aktor utama dalam menemukenali bentuk ritual dan kearifan lokal masyarakat adat. Ujar Mario, tokoh adat dusun Pendaun”.

Dengan demikian, peran BPAN dan AMAN sangat penting dalam membantu masyarakat untuk membuat pengusulan pengakuan wilayah hukum adat. “Kami sangat mendukung dengan adanya gerakan barisan pemuda adat nusantara yang dalam proses ini menjadi jembatan dalam komunikasi antara masyarakat dan AMAN. Ujar Akon. DAMANDA AMAN Ketapang Utara.

Penulis : Fransiskus Padma ( PW BPAN KALBAR)

Editor : Febrianus Kori

Masyarakat Adat Kabupaten Bengkayang Seruduk Kantor DPRD Bengkayang

Sumber foto : Dama Saputra Supin (KETUA PW BPAN KALBAR)

Pemerintah Kabupaten Bengkayang bersama DPRD Kabupaten Bengkayang telah mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) nomor 4 tahun 2019 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Bengkayang. Secara umum, bahwa di Provinsi Kalimantan Barat sudah terdapat 8 Perda di 8 Kabupaten diantaranya Kabupaten Sintang, Kabupaten Landak, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Bengkayang. Dari 8 Perda yang sudah ada, hingga sejauh ini hanya 7 Kabupaten yang sudah mengeluarkan SK Bupati Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. meskipun perda telah ditetapkan, hingga sejauh ini belum ada satupun secara legal formal yaitu SK Bupati Bengkayang yang menetapkan Pengakuan keberadaan Masyarakat Adat di Kabupaten Bengkayang, yang artinya Pemerintahan Kabupaten Bengkayang tidak melaksanakan mandat Perda tersebut maupun mandat pasal 18B Ayat (2) UUD Tahun 1945 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.

Dengan adanya Perda nomor 4 Tahun 2019, beberapa komunitas Masyarakat Adat telah mengajukan permohonan kepada Pemerintah Kabupaten Bengkayang (Bupati) untuk mendapatkan SK dari Bupati Kabupaten Bengkayang. Komunitas Masyarakat Adat yang telah mengajukan dokumen usulan permohonan Pengakuan diantaranya Masyarakat Adat Semunying Jaya, Dawar, Sebalos, Tumiang dan Pasti Jaya. Permohonan tersebut telah diajukan pada November tahun 2022 lalu, namun sampai saat ini belum ada respon dari Bupati Bengkayang untuk menindaklanjuti dokumen usulan tersebut. Menyikapi proses untuk mendorong percepatan Pengakuan Masyarakat Adat di Kabupaten Bengkayang, maka pada tanggal 31 Agustus 2023, Masyarakat Adat di Kabupaten Bengkayang yang di damping Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Bengkayang (PD AMAN Bengkayang), Badan Registrasi Wilayah Adat Kalimantan Barat (BRWA Kalbar), Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalimantan Barat (PW AMAN Kalbar) dan Pengurus Wilayah Barisan Pemuda Adat Nusantara Kalimantan Barat (PW BPAN Kalbar) melakukan audiensi bertempat di ruang Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Bengkayang yang disambut langsung oleh wakil ketua DRPD Bapak Esidorus,SP dan ketua komisi I Badarudin, SH.

Audiensi tersebut dilakukan karena kekecewaan Masyarakat Adat terhadap Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkayang, dimana Masyarakat Adat sudah berkali-kali melayangkan surat meminta untuk audiensi bersama Bupati Bengkayang selaku Kepala Daerah Kabupaten Bengkayang namun tidak pernah di tanggapi dan Audiensi yang dilakukan Masyarakat Adat kepada DPRD Kabupaten Bengkayang untuk menyampaikan aspirasi kepada DPRD sebagai fungsi pengawasan di Kabupaten Bengkayang. Dalam Audiensi tersebut Ada beberapa poin yang menjadi tuntutan Masyarakat Adat kepada DPRD Bengkayang untuk disampaikan kepada Bupati Bengkayang dan OPD terkait selaku implementor dari Perda tersebut antara lain;

  1. Meminta DPRD untuk melakukan tugasnya yang dimana sebagai fungsi pengawasan untuk meninjau sejauhmana Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Bengkayang Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Bengkayang.
  2. Meminta Bupati untuk mengeluarkan SK Panitia Identifikasi, Verifikasi dan Validasi Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Bengkayang.
  3. Mendesak Pemerintah Kabupaten Bengkayang untuk memproses 5 komunitas yang telah menyampikan pengajuan permohonan kepada Bupati Kabupaten Bengkayang.
  4. Meminta pemerintah Kabupaten Bengkayang untuk menijau kembali perijinan yang telah mencaplok dan merampas Hak Masyarakat Adat dan Wilayah Adat di Kabupaten Bengkayang.

Esidorus selaku wakil ketua DPRD Kabupaten Bengkayang menyampaikan ucapan terima kasih kepada Masyarakat Adat yang telah menyampaikan aspirasinya dan DPRD berkomitmen untuk segera memanggil Bupati dan OPD terkait untuk membahas tuntutan yang disampaikan Masyarakat Adat Kabupaten Bengkayang.

#masyarakatadat #ruumasyarakatadat #amankalbar

Penulis : Dama Saputra Supin

Editor : Febrianus Kori