Kapuas Hulu – Meskipun di Kabupaten Kapuas Hulu sudah memilik Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2018 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (PERDA PPMHA), namun hal tersebut bukan berarti jaminan dan perlindungan hukum atas keberadaan komunitas Masyarakat Adat di Kabupaten tersebut dapat betul-betul di berikan. Kepentingan pemerintah atas investasi begitu sangat kuat, meskipun kebijakan atau keputusan politik yang dibuat dapat berpotensi merampas hak-hak Masyarakat Adat atas tanah dan sumber daya alam serta mengancam keberlangsungan kehidupan mereka. Hal ini bisa terlihat, bahwa terdapat 3 komunitas Masyarakat Adat yang sedang mengalami ancaman yang sangat serius, karena wilayah adat milik komunitas Masyarakat Adat Dayak Kalis Nanga Danau Ketemenggungan Dayak Kalis Kecamatan Kalis, Dayak Kalis Rantau Kalis Ketemenggungan Dayak Kalis Kecamatan Kalis dan Dayak Kalis Nanga Tubuk Ketemenggungan Dayak Kalis Kecamatan Kalis telah dimasuki investor, yaitu PT. TKM Biofuel Indonesia perusahaan yang bergerak disektor budidaya rumput gajah dan PT. Tittian Makmur Persada yang bergerak disektor pertambangan batu bara. Sebelum menerbitkan legalitas dalam bentuk perijinan yang diberikan oleh pemerintah terhadap 2 perusahaan tersebut, bahwa pemerintah tidak mempertimbangkan aspek ekologis, hak-hak tenurial dan entitas 3 komunitas Masyarakat Adat, meskipun komunitas tersebut telah mendapatkan Surat Keputusan (SK) Pengakuan Masyarakat Hukum Adat dari Bupati Kabupaten Kapuas Hulu pada tahun 2021 lalu. Berikut SK yang diperoleh komunitas tersebut :
- SK Bupati Kapuas Hulu Nomor : 128/DLH/2021, tanggal 04 Februari 2021 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Dayak Kalis Nanga Danau Ketemenggungan Dayak Kalis Kecamatan Kalis Kabupaten Kapuas Hulu.
- SK Bupati Kapuas Hulu Nomor : 129/DLH/2021, tanggal 04 Februari 2021 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Dayak Kalis Rantau Kalis Ketemenggungan Dayak Kalis Kecamatan Kalis Kabupaten Kapuas Hulu.
- SK Bupati Kapuas Hulu Nomor : 132/DLH/2021, tanggal 04 Februari 2021 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Dayak Kalis Nanga Tubuk Ketemenggungan Dayak Kalis Kecamatan Kalis Kabupaten Kapuas Hulu.
Namun 3 SK yang telah diperoleh belum mampu untuk membendung arus ijin investasi di wilayah adat, dan justru ijin investasi untuk pengusahaan atau pengelolaan yang diberikan oleh pemerintah patut diduga sebagai bentuk penyingkiran berkedok atas nama pembangunan, meskipun wilayah adat telah dikelola oleh 3 komunitas tersebut secara turun temurun. Berdasarkan data sementara yang diperoleh, bahwa perusahaan PT. TKM Biofuel Indonesia mengantongi izin konsesi seluas 3.442,95 hektare, sedangkan PT. Tittian Makmur Persada masih belum diperoleh data terkini yaitu luasan konsesi perusahaan tersebut yang saat ini sedang melakukan proses eksplorasi. Berbagai upaya atau langkah penolakan atas keberadaan 2 perusahaan sudah dilakukan oleh 3 komunitas Masyarakat Adat, diantaranya melakukan ritual adat, mediasi bersama Bupati dan DPRD Kabupaten Kapuas Hulu bahkan sudah menyampaikan surat penolakan, namun belum membuahkan hasil sesuai dengan harapan, sehingga aktivitas perusahaan-perusahaan tersebut masih terlihat.
Menyadari ancaman bahwa akan kehilangan wilayah adat atau wilayah kelolanya, sehingga 3 komunitas Masyarakat Adat sangat membutuhkan pengetahuan dan keterampilan hukum yang memadai, agar ketika mereka secara bersama-sama melakukan perlawanan terhadap 2 perusahaan tersebut tidak salah langkah sehingga bisa terhindar dari persoalan hukum. Sebagai bentuk tanggungjawab terhadap komunitas dampingan, maka pada hari Senin-Selasa (11-12/09/2023) bertempat di Desa Nanga Danau Kecamatan Kalis, Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kapuas Hulu (PD AMAN Kapuas Hulu) bersama Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) Region Kalimantan dan Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalimantan Barat (PW AMAN Kalbar) melakukan kegiatan ‘’Konsolidasi Advokasi Kebijakan Komunitas Masyarakat Adat Ketemenggungan Dayak Kalis Kecamatan Kalis’’ dalam upaya untuk mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan atas keberadaan 2 perusahaan tersebut.
Dalam kegiatan konsolidasi, proses-proses yang dilakukan diantaranya adalah menyampaikan kekuatan secara hukum 3 SK Pengakuan Masyarakat Adat yang sudah didapatkan, urgensi wilayah adat bagi kehidupan Masyarakat Adat, mekanisme mendorong pengusulan hutan adat dan strategi untuk memperoleh sertifikat atas tanah, dasar-dasar hukum yang mengakui dan menghormati hak-hak Masyarakat Adat, proses pemberian perijinan terhadap suatu badan usaha dan diskusi atau sharing informasi bersama peserta yang hadir. Berbagai rumusan langkah advokasi telah dihasilkan dalam kegiatan tersebut, dan selanjutnya 3 komunitas Masyarakat Adat akan memperluas jaringan advokasi dalam memperkuat gerakan yang telah digagas untuk melindungi wilayah adat mereka yang masih tersisa dari segala bentuk perampasan dan pengerusakan, baik yang akan dilakukan oleh 2 perusahaan industri ekstraktif tersebut maupun investasi-investasi lain yang dikemudian hari akan menyasar wilayah adat mereka.
Penulis : Bobpi Kaliyono, S.H / Biro OKK & Advokasi PW AMAN Kalbar
Editor : Febrianus Kori