“Bebaskan Peladang!” Seruan orasi masa simpatisan pada saat Aksi Solidaritas Bela Peladang yang berlangsung Senin (09/03/20), di Rumah Bantang Kabupaten Bengkayang. Orasi dilakukan setelah sebelumnya dilakukan pelaksanaan ritual adat dan diteruskan dengan aksi dama dan orasi menuju Kantor DPRD Bengkayang. Aksi damai dan ritual adat dilakukan oleh simpatisan ini bertujuaan untuk meminta restu kepada Jubata (Tuhan) untuk melaksanakan Aksi Solidaritas Bela Peladang, bertepatan dengan dibacakannya hasil putusan sidang bagi tiga orang peladang tradisional yang menjadi terdakwa karhutla di Bengakyang.
Aksi diawali pukul 09.00 WIB dari Rumah Bantang, dengan melibatkan Dewan Adat Daerah (DAD) Bengkayang, Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalimantan Barat Bengkayang, Singkawang,dan Sambas (AMAN Bengsibas), dan Forum Komunikasi Kamuda Moreng (FKKM), dan Forum pemuda Kalimantan Barat dan seluruh simpatisan anak peladang berkumpul dan berangkat bersama-sama menuju Kantor DPRD Bengkayang.
Dalam orasi di depan kantor DPRD Bengkayang, disampaikan beberapa kasus peladang tradisional yang telah ditangkap karena membakar ladang untuk ditanami padi. Kerap kali peladang dianggap melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perkebunan dan lingkungan hidup, sehingga mereka ditangkap dan berurusan dengan pihak kepolisian bahkan sampai ke pengadilan. Salah satunya beberapa kasus peladang asal Desa Darma Bhakti, Malosa, dan Sebalos yang sudah diproses secara hukum, tetapi hasilnya tidak menunjukkan bukti-bukti yang cukup bahwa mereka melakukan pelanggaran dalam berladang.
Tak tangung-tangung Aksi Solidaritas Bela Peladang inipun juga dilangsungkan di kantor Pengadilan Tinggi Negeri Bengkayang. Pada tahun 2018 Bupati Bengkayang sudah mengesahkan Perda pengakuan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat sesuai dengan perintah Mahkamah Konstitusi nomor 35 yang menyatakan bahwa hutan adat bukan hutan Negara tetapi proses pengakuanya harus melalui peraturan daerah. Tetapi diskriminasi ini masih terjadi kepada peladang tardisional
Praktik berladang khas suku Dayak dianggap sebagai kejahatan dan kriminal dihadapan hukum dan negara. Dengan kata lain, hukum dan undang-undang menganggap bahwa orang tua kita, keluarga bahkan nenek moyang orang Dayak dianggap telah mewariskan budaya kriminal melalui praktik berladang. Vonis bersalah kepada peladang tradisonal adalah bentuk kekerasan dan kejahatan neegara terhadap masyarakat adat dan praktik berladang dalam kebudayaan dayak, alih-alih memberikan perlindungan.
Ucapan syukur disampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan untuk melakukan aks damai bela peladang, sehingga peladang dinyatakan bebas dan aksi dapat berlansung dengan kondusif tanpa adanya kekerasan.