Jaga Hak Masyarakat Adat
Hutan adat dan masyarakat adat ialah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Ibarat sebuah jantung, hutan adat memberikan kehidupan bagi masyarakat adat dan dan sebagai titipan bagi generasi mereka selanjutnya.
Kasubdit Pengakuan Hutan Adat dan Perlindungan Kearifan Lokal, Yudi Prasetyo Nugroho mengatakan, hutan adat menjadi salah satu bagian terpenting dalam suatu komunitas masyarakat adat.
“Bagaimana hutan adat ini menjadi bagian dari perlindungan identitas masyarakat, karena di situ ada aspek-aspek identitas masyarakat religi, sosial, budaya,” katanya.
Ia menyebutkan, hutan adat bagi masyarakat hukum adat memiliki berbagi fungsi. Di antaranya menyangkut konservasi, lindung, dan produksi. Tapi, sambung dia, hal terpenting dari pengakuan hutan adat ini yakni penyelamatan kawasan hutan tersebut.
“Tetapi yang penting adalah bahwa kita ingin menyelamatkan kawasan hutan. Artinya apa, ketika kawasan hutan itu bukan dalam kawasan masyarakat adat, maka fungsi hutan itu untuk kepentingan kita semua,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa) Dahniar Andriani mengatakan, hutan adat menjadi salah satu penanda di mana sebenarnya janji pemerintah untuk membangun dari daerah pinggiran.
“Karena di sanalah sebenarnya hutan-hutan itu banyak di kawasan perdesaan,” ucapnya.
Secara nasional, hingga saat ini seluas 8.795,34 hektare hutan adat yang telah diakui oleh pemerintah. Sedangkan yang masih dalam status pencadangan pengakuan hutan adat di Sumatera Utara, seluas 5.172 hektare.
Diungkapkannya, jika janji 12,7 sebagai salah satu tanda membangun dari pinggiran, Andriani menegaskan, maka itu perlu segera direalisasikan.
“Namun hingga tahun ketiga pemerintahan ini, angka 12,7 itu masih menjadi angka imajiner. Karena tidak ada kejelasan berapa jumlah jumlah yang sudah ditetapkan. Kalau pidato presiden itu kemarin kan hanya 707.000 hektare, tapi kita harus mengecek fakta di lapangan. Karena rantai birokrasi regulasi sendiri itukan tidak membuka ruang untuk mempercepat,” ungkapnya.
“Inisiatif diberikan untuk misalnya memulai dengan sejumlah peraturan tingkat bawah seperti Perdes, itu secara hukum tidak dilakukan. Karena ketika bicara hutan adat, subjek hukumnya harus ditetapkan lewat Perda ataupun produk hukum daerah lainnya,” imbuhnya.
Hemat dia, ke depan rantai regulasi yang saling tumpang tindih dan termasuk ego sektoral, merupakan PR terberat yang harus diselesaikan jika percepatan itu ingin dilakukan.
“Dan juga memastikan bahwa benar-benar wilayah adat ini masyarakat hukum adat yang memang harus dilindungi keberadaannya, sehingga data yang valid itu penting,” pungkasnya.
Kebutuhan Mendesak
Ketua HAK Matheus Pilin Belawing memandang, percepatan pengakuan hutan adat kepada masyarakat hukum adat adalah kebutuhan yang sangat mendesak.
“Satu karena ada konflik di wilayah hutan adat, konflik yang terjadi dengan para pihak. Yang kedua, daya lingkungan sekarang sudah sangat turun drastis dengan adanya kegiatan-kegiatan investasi yang berada di wilayah-wilayah masyarakat adat. Dan yang ketiga, keragaman hayati dan sumber-sumber ekonomi rakyat khususnya masyarakat adat di mana mereka hidup dari turun temurun, ini perlahan-lahan tapi pasti juga mengalami penurunan,” ungkapnya.
Maka dari itu, mau tidak mau opsinya adalah pengakuan legal formal terhadap keberadaan masyarakat hukum adat itu sendiri.
Sampai dengan tahun ini, kata dia, upaya pemetaan partisipatif sebagai modal awal dalam pengakuan hutan adat bersama CSO dan warga Kalbar, HAK telah berhasil memfasilitasi 1,6 juta hektare wilayah masyarakat adat.
“Yang di dalamnya ada hutan adat. Di 411 kampung, tersebar di sembilan kabupeten Provinsi Kalimantan Barat,” sebutnya.
Bicara subjek hukum, lanjutnya, ada 151 subsuku Dayak, 168 bahasa yang digunakan masyarakat adat di Kalbar yang dapat dilihat relasinya dengan peta partisipatif yang telah difasilitasi HAK.
“Dalam upaya mendukung itu juga kita memiliki datahun sosial yang menjelaskan tentang sejarah asal-usul kemudian kelembagaan lokal yang dipersyaratkan proses oenetapan, pengakuan tenang keberadaan masyarakat adat,” jelasnya.
Ia menuturkan, pentingnya pemetaan ini tidak lain sebagai bagian percepatan pengakuan hutan adat kepada masyarakat hukum adat.