Pengakuan hutan adat kepada masyarakat hukum adat, kini peluangnya terbuka lebar.

Koalisi Hutan Adat menggelar konferensi pers semiloka percepatan pengakuan hutan adat di Kalbar di Golden Tulip Hotel, Jalan Teuku Umar Pontianak, Selasa (10/10/2017)

Pemerintah Pusat telah menetapkan 707.000 hektare hutan adat kepada masyarakat hukum adat.

Apalagi dalam pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, 16 Agustus lalu, menargetkan 4,8 juta hektare hutan adat sampai dengan 2019 mendatang.

Dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2012 menyatakan bahwa hutan adat adalah hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat hukum adat.

Untuk mempercepat pengakuan hutan adat di Kalbar, Koalisi Hutan Adat untuk Kesejahteraan (HAK) Kalbar yang terdiri dari 13 CSO bekerja sama dengan Dinas Kehutanan Provinsi Kalbar, menggelar semiloka percepatan pengakuan hutan adat di Kalbar, di Hotel Golden Tulip, Jalan Teuku Umar Pontianak, Selasa (10/10/2017).

Saat jumpa pers, semua stakeholder yang hadir sepakat bahwa pengakuan hutan adat kepada masyarakat hukum adat ini segera dapat diwujudkan.

Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Kalbar Marcellus Tj mengatakan bahwa kerjasama ini langkah baik dalam upaya mewujudkan percepatan pengakuan hutan adat yang sejalan dengan komitmen pemerintah.

“Sebagai wujud komitmen pemerintah terhadap pembangunan masyarakat terkait dengan masyarakat adat,” katanya, Selasa (10/10/2017).

Ia mengungkapkan, secara yuridis formal, keberadaan hutan adat saat ini belum dilakukan kelengkapan.

Maka dari itu, upaya bersama ini menjadi langkah penting dalam mendorong pengakuan hutan adat yang berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat hukum adat.

“Nah karena itu, kita coba untuk memproses percepatan ini. Konteksnya tidak lain adalah bagaimana pemerintah berusaha untuk melakukan perbaikan-perbaikan ekonomi masyarakat secara baik dan teratur,” terangnya.

Sesungguhnya, kemanfaatan tidak sebatas kepentingan ekonomi. Lebih dari itu, percepatan pengakuan ini juga akan memberikan dampak pada persoalan iklim.

“Kemudian bagaimana perubahan iklim ke depan akan bisa lebih teratasi. Karena kita sadari bahwa kalau tidak mulai dari sekarang untuk kita bisa seperti ini kerja bersama-sama, barangkali ke depan proses degradasi akan terus menerus terjadi dan semakin meningkat,” jelasnya.

Pengakuan hutan adat sangat berkait erat dengan masyarakat hukum adat. Di Kalbar, telah dirancang aturan yang memayungi hal tersebut.

Namun, sampai saat ini pembahasannya masih terkendala.

Sampai hari ini, Perda (Masyarakat Hukum) Adat yang dibahas di DPRD Kalbar masih ada kendala.

“Dan kita ingin ada sebuah percepatan, ini juga sudah diatur dalam ketentuan, bagaimana hutan adat ini bisa segera ditetapkan,” ungkapnya.

Bersama dengan berbagai pihak, Dishut Kalbar akan mengusulkan kesepakatan bersama percepatan pengakuan hutan ada dan ini.

“Kita akan mengusulkan ini kepada Kementerian melalui barangkali proses pertama adalah libatkan para kepala desa untuk melakukan penetapan hutan adat. Dikonsultasikan kepada mereka dulu, dan kemudian nanti akan kita usulkan sehingga ada penetapan indikatif oleh Kementerian, sambil semua regulasi yang diperlukan ini berjalan,” papar Marcellus.

Bahkan, lanjut dia, apabila memang slot regulasi yang mengharuskan Perda didahulukan, pihaknya akan meminta ke Kementerian terkait untuk mengambil sebuah kebijakan.

“Jadi kita akan tindaklanjuti peta partisipatif yang sudah dilakukan oleh teman-teman NGO yang bergabung dalam HAK, jadi nanti akan kita overlaykan dengan peta yang ada di kita,” terangnya.

Kasubdit Pengakuan Hutan Adat dan Perlindungan Kearifan Lokal dari Ditjen Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat KLHK, Yuli Prasetyo Nugroho mengatakan, hutan itu penting untuk kepentingan semua, termasuk masyarakat adat.

“Fungsi hutan itu untuk kepentingan kita semua termasuk masyarakat adat yang menggantungkan hidupnya pada kemampuan ekologis hutan tersebut,” ungkapnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *