Ketua Koalisi Hutan Adat untuk Kesejahteraan (HAK) Kalimantan Barat, Matheus Pilin Belawing menegaskan pengakuan wilayah hutan adat untuk masyarakat adat sangat mendesak.

Koalisi Hutan Adat menggelar konferensi pers semiloka percepatan pengakuan hutan adat di Kalbar di Golden Tulip Hotel, Jalan Teuku Umar Pontianak, Selasa (10/10/2017)

Hal ini disebabkan tiga kenyataan yang dihadapi selama ini. Pertama, adanya konflik yang terjadi di wilayah masyarakat adat dengan para pihak tertentu.

Kedua, daya dukung lingkungan semakin menurun dengan adanya kegiatan investasi yang berada di wilayah masyarakat.

Ketiga, keanekaragaman hayati dan sumber-sumber ekonomi masyarakat adat di wilayah yang ditinggali secara turun temurun perlahan-perlahan tapi pasti alami penurunan.

“Opsinya adalah harus ada pengakuan wilayah hukum adat terhadap keberadaan masyarakat adat itu sendiri. Dalam hal ini secara khusus juga terhadap wilayah dan hutan adat mereka,” ungkapnya saat conference press Semiloka Percepatan Pengakuan Hutan Adat Kalbar di Hotel Golden Tulip, Jalan Teuku Umar Pontianak, Selasa (10/10/2017).

Masyarakat sipil dan CSO bekerjasama dengan berbagai pihak melakukan fasilitasi pemetaan partisipatif sebagai modal dan data awal proses pengakuan ini.

Setidaknya sejak tahun 1990-2017, pihaknya sudah berhasil memfasilitasi 1,6 juta hektare wilayah masyarakat adat yang di dalamnya berada hutan adat pada 411 kampung tersebar di 9 kabupaten provinsi terluar.

“Subyek hukum ada 151 sub suku, khususnya suku Dayak dan 168 bahasa yang digunakan masyarakat adat, khususnya di Kalbar,” timpalnya.

Terkait hal ini bisa dilihat korelasinya denagn data partisipatif yang sudah difasilitasi oleh pihaknya. Dalam upaya hukum, pihaknya juga memiliki data sosial yang menjelaskan tentang asal usul, serta kelembagaan lokal yang jadi persyaratan di dalam proses penetapan pengakuan tentang keberadaan masyarakat adat dan wilayahnya.

“Koalisi masyarakat untuk percepatan hutan adat ini memikirkan bahwa di Kalbar harus ada terobosan. Kami bersepakat ada format supaya tahapan yang disediakan di ruang regulasi bisa dicapai dengan langkah-langkah yang disepakati,” jelasnya.

Termasuk skema pembiayaan. Pilin mengakui berdasarkan pengalaman pihaknya dalam konteks pemetaan partisipatif yang memerlukan dana tidak sedikit.

“Saya pikir negara hadir di sini, dalam menyangkut keselamatan masyarakat adat di kampung-kampung,” tukasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *